Wednesday, August 21, 2024

Tadabbur QS. Al-Fatihah

 Alfatihah merupkan surat pembuka kitabullah yang kita baca berulang (dalam sholat) setiap hari.

Terkandung di dalamnya induk segala pelajaran (tauhid) yang menjadi pokok-pokok ajaran Islam sejati

Tentu ada maksud dari perintah Allah untuk membacanya berulang-ulang, setidaknya ada hal penting yang harus selalu kita ingat. 

Memahami kandungan surat Al Fatihah menjadi sangat penting dilakukan bagi seorang Muslim. 

Berbagai cara bisa dilakukan, salah satunya membaca tafsir, bagi yang tidak punya kemampuan ilmu untuk memahami langsung dari bacaannya.


Ayat 1

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

***

Keteladanan bagi kita untuk memulai suatu pekerjaan penting dengan menyebut nama Allah.

Melakukannya atas kehendak Allah, dengan kekuatan dari Dia, dan bertanggung jawab kepada-Nya


Ayat 2

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam

***

Segala pujian hanya untuk Allah, meskipun  memuji seseorang yang telah berjasa baik kepada kita, tapi hakikatnya memuji Allah. 

Mengapa?

Karena dia tidak akan dapat berbuat apa-apa jika tidak karena Allah Maha Pemurah dan Penyayang mengizinkannya.


Ayat 3

ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,

***

Semakin tinggi kecerdasan seorang hamba, bertambah terasa olehnya betapa Ar-Rahmannya Allah terhadap dirinya.

Manusia kadang lupa akan Rahmat Allah karena tidak pernah dipisahkan dari rahmat tersebut.

Lupa akan berartinya matahari, karena setiap hari merasakan kehangatannya, tidak pernah terpisah darinya.

Rahmat ilahi nampak pada seekor induk ayam yang memanggil-manggil anaknya saat menemukan makanan, sedang dia tidak ikut makan. Induk ayam pun tak takut menghadapi siapapun pengganggu anak-anaknya, hal itu karena Rahmat yg telah dianugerahkan kepadanya.


Ayat 4

مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ

Pemilik hari pembalasan.

***

Allah Maha Rahman, Rahim namun Dia juga adil, dapat berlaku keras kepada yang melanggar aturan-Nya.

Di dunia ini, yang ada penilaian semata, tidak ada pembalasan yang sebenarnya, juga tidak ada perhitungan yang adil secara hakiki.


Ayat 5

إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

***

Hanya Dia yang patut dipuji (2) karena hanya Dia yang menjadikan dan memelihara alam, tiada sekutu.

Tauhid Uluhiyah: mengakui bahwa yg patut disembah (diibadati) hanya Allah.

Tauhid rubbubiyah: mengakui yang patut untuk dimohon pertolongan, hanya Allah.

Pantaskah jika Allah yang menolong, tapi mengucapkan terimakasihnya kepada yang lain?

Ibadat artinya memperhambakan diri dengan penuh kesadaran dan kerendahan. Diperkuat lagi oleh cinta hakiki, tidak terbagi pada yang lain. Jikapun cinta pada yang lain, karena yang lain itu nikmat dari-Nya. Misalnya pasangan, anak, harta, dll.

Berharap cinta dan kasih sayang-Nya.

Setiap orang bekerja dan berusaha sesuai bakatnya. Saling menolong dengan sesama manusia, dalam rangka minta tolong kepada Allah. Hal itupun merupakan perintah Allah, sehingga juga bagian dari ibadah.


Ayat 6

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus.

***

Puncak permohonan  pertolongan kepada Allah adalah minta diberi petunjuk ke jalan yang lurus, agar selamat menjalani kehidupan.


Petunjuk menuju jalan yang lurus (menurut sebagian ahli tafsir), bisa berupa:

1. Al Irsyad, kecerdikan dan kecerdasan, yang sebelumnya didahului dengan naluri.

2. Taufiq, bersesuaian antara kehendaknya dengan apa yang direncanakan Allah.

3. Al Ilham, diberi petunjuk supaya dapat mengatasi sesuatu yang sulit

4. Ad-Dilalah, ditunjukkan dalil-dali dan tanda-tanda dimana tempat berbahaya, mana yang bisa dilalui, dll.


Ayat 7

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

***

Orang yang telah diberi nikmat: Allah ridho kepadanya.

Permulaan dari ridho Allah adalah bilamana telah tumbuh dalam jiwanya keinsafan beragama; Islam, Iman, Ihsan. Kemudian tumbuhlah cahaya dalam dirinya, yang akan meneranginya sampai akhirat.

Orang yg dimurkai: telah diberi petunjuk, telah diutus Rasul-rasul, kitab Wahyu, tapi masih memperturutkan hawa nafsunya. Telah ditegur berulang-ulang, tidak juga peduli. Telah sampai padanya kebenaran, tapi ditolaknya.

Orang yang sesat: berani membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah.


Menurut Syaikh Mohammad Abduh, orang yang sesat terbagi dalam 4 golongan:

1. Dakwah belum sampai kepadanya atau dakwah sampai sebatas informasi, tidak ada tuntunan dalam beragama.

2. Sampai dakwah kepadanya, ada tuntunan tapi keimanan belum terpatri dalam hatinya.

3. Dakwah sampai dan mereka akui, tapi tidak menggunakan akalnya untuk berpikir dan menyelidiki hakikatnya. Berpegang teguh pada hawa nafsu atau ajaran lama atau menambah-nambah/bid'ah.

4. Sesat dalam beramal, memutar-mutar hukum dari maksud yang sebenarnya. Bangga merasa berhasil mengelabuhi Allah. Kesesatan yang timbul dari kepintaran otak tapi batinnya kosong iman.


Reff. Tafsir Al Azhar (Prof.Dr.Hamka) 

Dosa-disa besar (Tafsir QS. An-Nisa:31)

  { إِن تَجۡتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنۡهَوۡنَ عَنۡهُ نُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَنُدۡخِلۡكُم مُّدۡخَلٗا كَرِيمٗا }

[Surat An-Nisa': 31]
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).

Apa yang dimaksud dengan "dosa besar"?

Ada beberapa pendapat terkait dengan defenisi dosa besar, baik menurut pendapat para sahabat Rasulullah Saw maupun para ulama sesudahnya.

Menurut Ibnu Abbas ra. (sahabat dan sepupu Nabi Saw.), dosa besar adalah:
* semua dosa yang diancam neraka oleh Allah
* semua dosa yang ditetapkan neraka oleh Allah atasnya atau murka atau laknat atau siksa
* semua yang dilarang Allah
* seluruh bentuk kemaksiatan kepada Allah

Berikut daftar sebagian dosa besar yang yang tercantum dalam tafsir Ibnu Katsir yang menafsirkan ayat 31 surat An-Nisa berdasarkan ayat dan hadits.

1. Membunuh tanpa alasan syar'i
2. Memakan harta orang lain dg cara batil.
3. Syirik
4. Sihir
5. Riba
6. Makan harta anak yatim
7. Lari dr medan perang
8. Menuduh zina pd wanita yg tdk melakukannya
9. Durhaka kepada orang tua (muslim)--> membuat dua ortu menangis termasuk durhaka (Ibnu Umar)
10. Melakukan kemaksiatan di Baitul Haram
11. Kesaksian duata
12. Berzina
13. Minum khamr
14. Sumpah yg mengandung keduataan
15. Mencaci orang tua orla lalu orang itu membalas dg mencaci ortu sendiri
16. Mencemarkan kehormatan seorang muslim
17. Putus asa dr pertolongan Allah
18. Putus asa dr rahmat Allah
19. Mencuri
20. Merugikan ahli waris dalam berwasiat. 
  
Seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Abbas, "Dosa-dosa besar itu ada berapa, tujuh?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Lebih mendekati tujuh ratus daripada kepada tujuh, hanya saja tidak ada dosa besar bila diikuti dengan istighfar dan tidak ada dosa kecil bila dilakukan terus menerus."

Namun, perkataan Bilal bin Saad juga harus kita perhatikan,
"Janganlah engkau melihat kecilnya maksiat, tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat."

Wednesday, April 24, 2024

Pengantar Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Al-Mishbah

Penulis: Prof. DR. AG. H. Muhammad Quraish Shihab, Lc,MA . Indonesia, lahir 1944.
Cendekiawan Muslim dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an
Pertama kali terbit tahun 2000

Tafsir Al-Qur'an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia.

Kemampuan ini bertingkat-tingkat sehingga apa yang dicerna atau diperoleh seorang penafsir dari Al-Qur'an bertingkat-tingkat pula.

Kecenderungan manusia juga berbeda-beda sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi, dapat berbeda antara yang satu dan lainnya.

Seseorang yang memiliki kecenderungan hukum, tafsirnya banyak berbicara tentang hukum.

Seseorang yang cenderung pada filsafat, tafsir yang dihidangkannya bernuansa filsafat.
Kalau study yang diminatinya bahasa, tafsirnya banyak bicara tentang aspek-aspek kebahasaan.

Selain itu, keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial, perkembangan ilmu, juga mempengaruhi dalam menangkap pesan-pesan Al-Qur'an.

Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan dan kondisi yang berbeda-beda itu.


"Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat."
(Abdullah Darraz)


Setiap kali ayat turun, sambil memerintahkan para sahabat menulisnya, nabi memberi tahu tempat ayat-ayat itu dari segi sistemtika urutan dengan  ayat-yat atau surat-surat yang lain.

Semua ulama sepakat bahwa sistematika urutan ayat-ayat Al-Qur’an adalah taufiqi, artinya berdasar petunjuk Allah yg disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi dan bahwa urutan tersebut bukan atas dasar urutan masa turunnya.

Para mufasir berusaha memberikan penjelasan terkait dengan berbagai pertanyaan terhadap isi Al-Qur’an. Seperti, mengapa Al Fathihah di urutan pertama dalam Al Qur’an, padahal bukan ayat yang pertama diturunkan? Mengapa setelah Al Fathihah surat Al Baqoroh? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya.

Dengan bekal ilmunya, para pakar berusaha sungguh-sungguh berijtihad menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui umat tentang kandungan Al-Qur’an.

Hubungan masing-masing bagian Al-Qur’an dengan lainnya, bagai “kalung Mutiara” yang tidak diketahui dimana ujung dimana pangkal, atau seperti vas bunga yang terangkai oleh aneka kembang warna-warni, tapi pada akhirnya menghasilkan pemandangan yang sangat indah.


Tafsir Al-Azhar
Penulis: Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) 1908-1981, Indonesia.
Ulama, sastrawan, wartawan, penulis, guru.
Pertama kali terbit tahun 1966, terbit lengkap Februari 1981. Buya wafat 24 Juli 1981.

Syarat utama penafsir/penterjemah:
1.     Tahu Bahasa Arab dengan segala peralatannya
2.     Tafsir ulama terdahulu
3.     Asbabun nuzul
4.     Nasikh-mansukh
5.     Ilmu hadits
6.     Ilmu fiqh

Ditambah ilmu:
1.     Bahasa yang digunakan untuk menafsirkan/menterjemahkan
2.     Ilmu kauni/ alam

Sasaran tafsir al azhar dimaksudkan:
1.     Angkatan muda yg bersemangat mempelajari agama.
2.     Mubaligh/ dai

Penafsir menyadari bahwa ilmu yang dimilikinya sebagai modal, tidaklah mendalam, bukan spesialisasinya. Hanya mengetahui secara merata dan meluas dalam setiap cabang ilmu.

Perkataan bahwa segala ilmu sudah cukup dalam Al Qur’an, tidaklah benar. Yang tepat adalah anjuran Al-Qur’an untuk menyelidiki semua cabang ilmu. Contoh, Al Qur’an menyebutkan dzarrah, diterjemahkan lebih kecil dari atom, tapi tidak menjelaskan lebih rinci.

Al Qur’an disebut juga al-Kitab, adalah wahyu-wahyu yang diturunkan Tuhan kepada Rasulnya dengan perantaraan malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia.

Menurut perhitungan yang umum, Al Qur’an berjumlah 6236 ayat, terdiri dari 114 surat.
Diturunkan dalam dua masa, pertama di Mekkah selama 13 tahun dan berikutnya di Madinah 10 tahun.

Secara menurut Bahasa (lughoh), Al Qur’an berarti sesuatu yang dibaca.

Karakteristik ayat yang turun di Mekkah:
-       menetapkan dan meneguhkan akidah/ keimanan/ tauhid
-       menentang penyembah berhala
-       seruan agar manusia memerdekan akal n jiwa dari perbudakan  adat, tradisi, taqlid
-       perintah menggunakan akal, pikiran, perenungan dan penyelidikan yang mendalam.

Karakteristik ayat-ayat yang turun di Madinah:
-       hukum fikih
-       peraturan kemasyarakatan n negara
-       hukum peperangan
-       hubungan bilateral
-       perjanjian dan  perdamaian
-       hukum pernikahan n rumah tangga
-       membangun masyarakat adil Makmur dengan aturan zakat
-       peraturan haji
-       dll

Saat Al Qur’an diturunkan, bangsa Arab sedikit sekali yang bisa baca tulis, hanya sekitar 1 orang dari 1000 orang. Hikmahnya, mereka memiliki ingatan yang sangat kuat untuk menghafalkan Al Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur. Tradisi menghafal dengan kuat dari ribuan orang dan dilakukan secara turun temurun inilah sehingga Al-Qur’an menjadi mutawatir.

Itu sebabnya, negeri yang menjajah dunia Islam membelokkan anak-anaknya ke sekolah mereka, menjauhkan pengajaran Al-Qur’an dari orang tuanya, sehingga saat merdeka, sudah banyak muslim yang tak pandai membaca Al Qur’an.

Keistimewaan Al-Qur’an sebagai mu’jizat adalah bukan untuk dilihat mata dan pancaindra (hissi) tetapi untuk dilihat hati dan meminta pemikiran (ma’nawi).
Mu’jizat yang hissi telah habis pengaruhnya, hanya dilihat dan berpengaruh orang sezamannya, karena di zaman modern, manusia sudah bisa melakukannya dengan ilmu pengetahuan manusia.

Kemukjizatan Al Qur’an:
1.     Nilai sastranya. Al Qur’an diturunkan saat sastra Arab di atsa puncaknya, namun tak ada yang sanggup menerima tantangan Al-Qur’an untuk menandingi keindahan sastranya(2:23) Ma’nanya yang hakiki, puncak tertinggi pikiran manusia, tidak akan sampai pada martabatnya. Ajaran akhlaknya, bersifat universal.
2.     Menceritakan berita masa lalu
3.     Diberitakan apa yang akan kejadian
4.     Kajian ilmiah terhadap fenomena alam.

Menterjemahkan/ menafsirkan Al Qur’an mengikuti ijtihad Imam Abu Hanifah, boleh, yaitu untuk membimbing orang yang tidak paham Bahasa Arab tetapi ingin mengetahui isi Al-Qur’an.
Tafsir yang utama dan pertama, tidak lain adalah sunnah rasul, yaitu perkataan dan perbuatan nabi juga perbuatan orang lain/ sahabat yang dibiarkan/ tidak dicegah. Sehingga tidak boleh seseorang menafsirkan Al Qur’an yang berlawanan dengan sunnah Rasul.


Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an (Terjemahan)
Penulis: Sayyid Qutb (1906-1966), Mesir. Beliau seorang tokoh pergerakan, intelektual, sastrawan dan penulis.

Hidup di bawah naungan Al-Qur’an merupakan suatu kenikmatan, yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang pernah mereguknya.

Kemuliaan apakah yang dapat menandingi kemuliaan yang dilimpahkan oleh Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Mulia? Adakah derajat martabat yang lebih baik dari apa yang telah ditingkatkan oleh Al-Qur’an?

Di bawah naungan AL-Qur’an akan terlihat di bumi ini, gejolak dan pusat perhatian orang-orang jahiliyah pada hal yang remeh temeh. Kekaguman mereka pada pengetahuan yang tak lebih dari pengetahuan anak-anak, persepsi balita dan perhatian anak-anak kecil, tak ubahnya seperti orang dewasa menyaksikan permainan dan senda gurau anak-anak.

Di bawah naungan Al-Qur’an, dapat merasakan keharmonisan yang amat indah antara gerak kehidupan manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah dan gerak alam semesta yang diciptakan-Nya.

Di bawah naungan Al-Qur’an didapatkan pelajaran bahwa tidak ada tempat di alam wujud ini bagi apa yang disebut kebetulan, semata-mata atau terjadi secara acak. Segala sesuatu diciptakan untuk suatu hikmah, tetapi hikmah gaib yang demikian dalam, kadang tidak dapat tertangkap oleh pengamatan manusia yang terbatas.

Seorang mukmin harus melakukan berbagai usaha(sebab) karena ia diperintahkan untuk melakukannya, tetapi Allahlah yang menentukan hasilnya. Karena itu, merasa tenang terhadap rahmat, keadilan, kebijaksanaan dan pengetahuan-Nya adalah merupakan satu-satunya tempat berlindung yang aman dan selamat dari segala macam guncangan dan godaan.

Tidak ada kebaikan bagi bumi ini, tidak ada kedamaian dan ketenangan bagi umat manusia, tidak ada martabat, keberkahan dan kesucian, tidak ada keharmonisan Bersama sunnah-sunnah kauniyah dan fitrah kehidupan, kecuali dengan kembali kepada Allah.


Tafsir Ibnu Katsir
Penulis: Al-Imam Al-Hafidz Imaduddin Abul-Fida Ismail bin Katsir (Ibnu Katsir). Lahir di Bashrah pada 700 H. ahli fikih, ahli hadits, sejarawan dan mufasir.

Barangsiapa sampai kepadanya Al-Qur’an, berarti Al-Qur’an tersebut menjadi pemberi peringatan baginya. Barangsiapa kufur, berarti api neraka menjadi tempatnya. (QS. Huud: 17)


Maka yang wajib dilakukan oleh para ulama adalah mengungkap makna-makna Kalam Allah, menafsirkannya, mencari dari sumbernya, mempelajarinya dan mengajarkannya.

* Tulisan ini pernah dimuatdi sini.

Friday, April 24, 2020

Tafsir Surat Al-Qaf ayat 1-11





قٓۚ وَٱلۡقُرۡءَانِ ٱلۡمَجِيدِ


Qaf. Demi Al-Qur'an yang mulia. (1)


بَلۡ عَجِبُوٓاْ أَن جَآءَهُم مُّنذِرٞ مِّنۡهُمۡ فَقَالَ ٱلۡكَٰفِرُونَ هَٰذَا شَيۡءٌ عَجِيبٌ


(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir, “Ini adalah suatu yang sangat ajaib.” (2)



أَءِذَا مِتۡنَا وَكُنَّا تُرَابٗاۖ ذَٰلِكَ رَجۡعُۢ بَعِيدٞ


Apakah apabila kami telah mati dan sudah menjadi tanah (akan kembali lagi)? Itu adalah suatu pengembalian yang tidak mungkin. (3)



قَدۡ عَلِمۡنَا مَا تَنقُصُ ٱلۡأَرۡضُ مِنۡهُمۡۖ وَعِندَنَا كِتَٰبٌ حَفِيظُۢ


Sungguh, Kami telah mengetahui apa yang ditelan bumi dari (tubuh) mereka, sebab pada Kami ada kitab (catatan) yang terpelihara baik. (4)



بَلۡ كَذَّبُواْ بِٱلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَهُمۡ فَهُمۡ فِيٓ أَمۡرٖ مَّرِيجٍ


Bahkan mereka telah mendustakan kebenaran ketika (kebenaran itu) datang kepada mereka, maka mereka berada dalam keadaan kacau balau. (5)




أَفَلَمۡ يَنظُرُوٓاْ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَوۡقَهُمۡ كَيۡفَ بَنَيۡنَٰهَا وَزَيَّنَّٰهَا وَمَا لَهَا مِن فُرُوجٖ


Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya dan menghiasinya dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun? (6)


وَٱلۡأَرۡضَ مَدَدۡنَٰهَا وَأَلۡقَيۡنَا فِيهَا رَوَٰسِيَ وَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا مِن كُلِّ زَوۡجِۭ بَهِيجٖ


Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan di atasnya tanam-tanaman yang indah, (7)



تَبۡصِرَةٗ وَذِكۡرَىٰ لِكُلِّ عَبۡدٖ مُّنِيبٖ


untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (tunduk kepada Allah). (8)


وَنَزَّلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ مُّبَٰرَكٗا فَأَنۢبَتۡنَا بِهِۦ جَنَّٰتٖ وَحَبَّ ٱلۡحَصِيدِ


Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen. (9)



وَٱلنَّخۡلَ بَاسِقَٰتٖ لَّهَا طَلۡعٞ نَّضِيدٞ


Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, (10)



رِّزۡقٗا لِّلۡعِبَادِۖ وَأَحۡيَيۡنَا بِهِۦ بَلۡدَةٗ مَّيۡتٗاۚ كَذَٰلِكَ ٱلۡخُرُوجُ


(sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan (air) itu negeri yang mati (tandus). Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur). (11)


(Tafsir Al-Misbach – M. Quraish Shihab)
Ramadhan 1440 H/ 30 Mei 2019

Inti dari sirat Qaff, bicara tentang hari kemudian, kematian, serta keagungan  Al-Qur’an.

Qaaf. Bermacam-macam pendapat ulama tentang makna Qaaf, salah satunya berarti tantangan.

 Al-Qur’an memiliki sifat Al-Majid.

Al Majid, sesuatu yang baik, yang indah, kejayaan yang mencapai puncaknya.

Al majid, sebanyak 4x disebut dalam Al Qur’an. Dua diantaranya  merupakan sifat Tuhan dan dua lainnya merupakan sifat Al Qur’an.

Al Qur’an telah mencapai puncaknya, aspeknya:
·      Yang menurunkan Allah
·      Yang menerima Nabi teragung
·      Kalimatnya tersusun sangat rapi
·      Tak ada seorangpun yang sanggup menerima tantangannya untuk membuat yang sejenis.
·      Kandungannya

Orang-orang kafir menyatakan keheranannya terhadap utusan Allah yang membawakan berita tentang kehidupan setelah mati. Bagaimana bisa manusia yang dikubur, dimakan oleh tanah akan hidup kembali?

Mereka lupa perbedaan antara Allah, sang pencipta dengan manusia sebagai makhluk, ciptaan-Nya. Allah mengetahui apa yang berkurang dari tubuh itu saat dikuburkan. Sebagaimana Allah mengetahui, bagaimana proses makan, jika dari tubuh manusia tidak berkurang, dengan makan terus menerus, tubuh manusia akan seperti apa?

Jangan pernah menduga bahwa Allah tidak tahu. Ada kitab di lauhul mahfudz yang mencatat semuanya.

Yang lebih buruk dari itu, mereka mendustakan kebenaran yang telah datang pada mereka. Kalau seseorang menolak sesuatu yang tidak diketahui, wajar. Kalau menolak sesuatu yang nyata, itu sangat buruk. Ini kebenaran datang kepada anda, tapi anda tolak.  Mereka dalam kekacauan pikiran. Ada yang mengatakan sihir, kebohongan, dll.

Contoh, seorang tukang kayu ingin membuat kursi tanpa tempat tangan, dia punya ilmu dan kuasa untuk membuatnya. Maka lahirlah kursi yang tidak mempunyai tangan. Apakah dia tidak bisa membuat kursi dengan tempat tangan? Tentu bisa, tapi bukan itu kehendaknya. Dia ingin membuat kursi tanpa tempat tangan.

Alam raya ini sangat indah. Alam raya dijadikan Allah sebagai tanda kekuasaan-Nya, juga tanda/rambu perjalanan menuju Allah Swt. Alam ini perjalanan, bukan tujuan.

Ilmuwan sekarang berkata: bumi kita ini ditutupi oleh Allah, tidak ada lobang. Allah melindungi bumi dengan atmosfir dari meteor dan keganasan sinar matahari. Allah tidak hanya menciptakan, tetapi juga mewarat dan memeliharanya sehingga manusia nyaman hidup di bumi.

Dimanakah Allah?

Jangan mengatakan Allah berada, tetapi Allah berwujud, karena Allah berada mengesankan tempat. Allah di atas waktu dan di atas tempat. Allah wujud dimana-mana, bukan ada dimana-mana. Dia tidak butuh tempat, karena yang butuh tempat itu makhluk.

Pernah ada yang bertanya pada Rasul: dimana Allah sebelum Dia menciptakan makhluk?

Rasul menjawab, Dia berada di sesuatu yang kita buta tentang hal itu. Artinya kita tidak tahu.

Dia sudah wujud, kita tidak tahu dimana atau bagaimana. Jika dikatakan Allah di atas Arsy, Imam Malik mengatakan: Kata Arsy artinya singgasana. Berada (istawa), tetapi bagaimana kita tidak tahu. Bertanya tentang hal ini, bid’ah, karena pertanyaan ini tidak bisa dijawab dan kalau dijawab bisa salah dan membingungkan.

Ini metafora. Contoh: di dunia ini ada raja, dibawahnya ada menteri dll, bersinergi dari bawah sampai atas. Raja duduk lebih tinggi dari yang lainnya. Sebagai kiasan, Dia yang berkuasa, selainnya ada di bawah kekuasaan-Nya.

Allah menciptakan bumi bulat dan menjadikannya terhampar, karena manusia melihatnya sebagai hamparan agar manusia bisa beraktivitas dengan aman.

Diciptakan sesuatu yang ditancapkan, gunung, untuk menjaga kestabilan peredaran. Seperti kemah dibangun dengan cagak.

Allah menciptakan makhluk secara berpasang-pasangan yang serasi, indah, bermanfaat, sebagai bukti, untuk melihat kuasa Allah. Semua apa yang diciptakan Allah, sebagai alat untuk melihat, denggan pandangan mata dan nalar, kuasa Allah dan peringatan, untuk setiap hamba yang ingin kembali kepada Allah.

Siap hamba Allah?

Hamba bisa berarti sahaya yang dimiliki,  bisa berarti alat, seperti panah, bisa berarti tumbuhan yang memiliki aroma harum.

Abid, hamba yang benar, harus memerankan ketiga hal ini.

Tuntutannya:
* jangan menganggap yang ada dalam diri anda sebagai milik anda.
* jangan menetapkan satu kehendak untuk menetapkan sesuatu kecuali dengan ucapan insyaallah.
* selalu bertaubat, ingin kembali kepada Allah.

Ini harus selalu diingat, direnungkan.

Kesimpulan:

Allah maha mengetahui segala sesuatu: sebelum kehidupan, kematian dan sesudahnya.

Di alam raya terbentang aneka bukti tentang keesaan dan kuasa Allah, manusia hanya dituntut untuk menggunakan sedikit pikiran dan waktunya, niscaya Allah akan membimbingnya untuk memahami keberadaan-Nya. Ibarat seorang bodoh ditanya tentang keberadaan seekor unta, dia menjawab: Saya lihat ada kotoran unta, pasti ada untanya.

Memandang langit, walau sekedar menengadah, sudah bisa mengantarkan seseorang mengakui bukti terang keesaan Allah. Cukup melihat bintang-bintang, walau tidak mengetahui dimana posisinya dan seberapa besar sesungguhnya.

Aneka jenis tumbuhan tumbuh dengan air yang tercurah dari langit, sudah menunjukkan betapa Kuasa Allah, untuk menghidupkan yang sudah mati.

Rambu kehidupan: petunjuk arah. Rambu bukan untuk diamati, dilihat-lihat kemudian dikuasai, tapi hanya dilihat, diperhatikan pesannya, lalu tinggalkan untuk mengikuti pengarahannya.



Monday, April 20, 2020

Tafsir Surat Al-Baqoroh ayat 183-185

Tadabbur Al Qur'an
Surat Al baqoroh: 183-185

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ


Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

-Surat Al-Baqarah, Ayat 183

أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدۡيَةٞ طَعَامُ مِسۡكِينٖۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَهُوَ خَيۡرٞ لَّهُۥۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ


(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

-Surat Al-Baqarah, Ayat 184

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ


Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.

-Surat Al-Baqarah, Ayat 185


Berikut tafsir dari surat Al-Baqoroh yang saya rangkum dari 3 buku tafsir. 

Tafsir fi-dzilalil qur’an (Sayyid Quthb) jilid 1

1.     Jiwa manusia butuh dorongan untuk ridho dalam melaksanakan kewajiban. Informasi bahwa puasa juga menjadi kewajiban umat terdahulu, menjadi hiburan bagi jiwa, bahwa bukan hanya dia yang mendapat beban. Banyaknya orang yang merasakan hal yang sama, secara psikologis meringankan dalam melaksanakannya.
2.    Tujuan dari setiap perintah Allah adalah untuk kebaikan diri manusia. Tujuan dari puasa adalah agar manusia bertaqwa. Taqwa adalah derajat terbaik di sisi Allah, dan bobotnya dalam timbangan.
3.     Taqwa akan mengawal hati untuk tidak berbuat maksiat, merusak puasa.
4.     Puasa hanya disyariatkan dihari-hari tertentu, bukan setiap hari, juga ada keringanan untuk yang sakit dan dalam perjalanan, sebagai bentuk kemurahan dan kebijaksanaan Allah yang sangat memahami kondisi manusia.
5.     Keringanan itu mencegah bahaya dan menghilangkan kesulitan, sebagai salah satu karakter Syariah Islam: memudahkan dan tidak menyulitkan.
6.     Untuk mencegah sikap memudah-mudahkan adalah adanya ketaqwaan individu yang menjadi kontrolnya, juga hukum fiqh yang dirumuskan para fuqoha.
7.     Keringanan ini membentuk karakter toleransi pada manusia. Bagi yang sakit dan safar tetap bisa melakukannya di hari lain agar tidak kehilangan pahalanya.
8.     Selain taqwa, tujuan kewajiban (puasa) adalah bersyukur, karena mendapatkan petunjuk. Tanpa petunjuk dari Allah, kita tidak akan mau melaksanakan puasa, yang secara materi/fisik terasa berat dan tidak menyenangkan. Namun, dengan adanya petunjuk Allah, hati merasa ringan dan dapat menikmati ketaatan kepada Allah melalui puasa. Hati yang bersyukur akan merasakan ketenangan dan kenyamanan, dan ini adalah kebaikan untuk manusia.
9.     Hal lain yang didapatkan dengan puasa selain taqwa dan rasa bersyukur:
a.     Pahala
b.     Kedekatan dengan Allah
c.     Pengabulan doa

Tafsir Ibnu katsir jilid 2

1.     Puasa: menahan diri dengan niat yang ikhlash
2.     Dalam puasa ada penyucian dan pembersihan dari berbagai akhlakk dan kotoran hati
3.     Dalam puasa ada penyucian untuk badan n penyempitan jalan2 syetan
a. puasa mengurangi konsumsi yg membahayakan kesehatan
b. memberi istirahat kerja organ/ lambung
4.     Salah satu manfaat puasa: pengendali syahwat, terutama bagi yang belum mampu menikah.
5.      Umat terdahulu. Salah satu riwayat menyatakan bahwa dari Nabi Nuh sd awal kenabian Muhammad, puasa wajib 3 hari setiap bulan, sampai diturunkan syariat puasa wajib di bulan Ramadhan. (riwayat Muadz, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, ‘Atha’, Qatadhah, Adh-Dhahak bin Muzahim). Selain itu ada beberapa riwayat lain yang berbeda dalam hal teknis dan waktunya. Wallahu’alam.
6.     Keutamaan Ramadhan:bulan diturunkannya Al Qur’an (ada riwayat yang mengatakan: juga kitab-kitab lain: Shuhuf’ Ibrahin, taurat, zabur dan injil). Selain Al Qur’an, kitab-kitab itu turun kepada nabi yang bersangkutan secara sekaligus. Sedangkan AL-Qur’an turun sekaligus ke Baitul ‘Izzah di langit dunia pada bulan Ramadhan di malam lailatul qodr dan diturunkan kepada nabi Muhammad secara bertahap.
7.     Hadiah puasa Ramadhan yang didasari keimanan dan keikhlasan, diampuni dosa yang telah lalu


Tafsir Al-Misbach jilid 1

1.     Ajakan kepada orang yang memiliki iman, dengan panggilan mesra.
2.     Ajakannya : ashshiyam= menahan diri
3.     Orang-orang terdahulu: bahkan dilakukan orang karena ditetapkan tokoh-tokohnya, bukan melalui wahyu ilahi atau petunjuk nabi.
4.     Al Qur-an diturunkan pada bulan Ramadhan sebagai isyarat, sangat dianjurkan untuk membaca dan mempelajari Al Qur’an selama bulan Ramadhan. Dengan begitu, diharapkan dapat memperoleh petunjuk serta pemahaman. Al qur’an adalah nutrisi ruhani yang memenuhi kalbu. Jiwanya akan cerah, pikirannya jernih sehingga bisa membedakan yang hak dan batil.
5.     Ganjaran puasa, secara khusus Allah yang akan memberikannya.

Monday, March 12, 2018

Tafsir Qur'an Surat Al-Isra' ayat 36


وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,"Maksudnya adalah janganlah kamu berkata tanpa didasari dengan ilmu."

Kemudian Aufi mengemukakan dari Ibnu Abbas juga, “Janganlah kamu berkata kepada seseorang terhadap apa yang kamu tidak ketahui.”

Muhammad bin Al-Hanafiyyah berkata,“Yakni, dengan kesaksian palsu.”

Qatadah mengatakan,"Janganlah kamu mengatakan, 'Aku melihat,’ padahal kamu tidak melihat, 'Aku mendengar', padahal kamu tidak mendengar, atau 'Aku mengetahui,’ padahal kamu tidak tahu, sesungguhnya Allah akan meminta penanggungjawaban kepadamu terhadap semua hal tersebut."

Dan yang terkandung dari semua yang mereka sebutkan itu adalah, bahwa Allah Swt. melarang berkata tanpa didasari pengetahuan, yang tidak lain itu hanya sangkaan dan khayalan. Sebagaimana Allah  berfirman, " ...jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dasa. .. ” (QS. Al-Hujurat: 12)

Dalam sebuah hadits juga disebutkan,“Jauhilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu merupakan sedusta-dustanya ucapan."

Dalam kitab Sunan Abi Dawud diriwayatkan, bahwasanya Rasulallah Saw. bersabda, “Seburuk-buruk kendaraan seseorang adalah apa yang mereka duga.

Dan dalam hadits lain disebutkan,"Sesungguhnya seburuk-buruknya fitnah adalah mengaku matanya melihat padahal ia tidak melihat. "

Sedangkan dalam Shahih Al-Bukhari diswbutkan,"Barang siapa yang mengaku bermimpi padahal ia tidak bermimpi, maka ia akan dipaksa pada hari kiamat untuk menyatukan dua biji gandum dan ia tidak akan bisa menyatukannya. ”

Dan firman Allah "Semuanya itu.” Yakni semua sifat dari pendengaran, penglihatan, dan hati,  "akan diminta penanggungjawabannya.” Maksudnya, seseorang hamba kelak akan diminta pertanggungjawaban mengenai hal itu pada hari kiamat serta apa yang telah dilakukan dengan anggota tubuh tersebut.

Sumber: tafsir Ibnu Katsir jilid

***
Betapa pentingnya paham sebelum melakukan sesuatu, mengingat semua yang kita lakukan akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Seharusnya, kita mempertimbangkan dengan matang sebelum melakukan sesuatu, agar tidak menyesalinya, terutama hal-hal yang sekiranya menyakiti dan merugikan orang lain, maupun yang meninggalkan catatan dosa bagi diri kita.

Friday, February 2, 2018

Tafsir Surat Muhammad ayat 1-3

Tafsir Surat Muhammad (surat ke 47) ayat 1-3

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ أَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَآمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۙ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ

ذَٰلِكَ بِأَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا اتَّبَعُوا الْبَاطِلَ وَأَنَّ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّبَعُوا الْحَقَّ مِنْ رَبِّهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ لِلنَّاسِ أَمْثَالَهُمْ

1. Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menyesatkan perbuatan-perbuatan mereka.

2. Dan orang-orang mukmin dan beramal shaleh serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Rabb mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.

3. Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Rabb mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka (QS. Muhammad [47]: 1-3)

***

Allah swt. berfirman:

alladziinakafaruu ---   "Orang-orang yang kafir,” maksudnya, (kafir/ingkar) terhadap ayat-ayat Allah.

washodduu --- “Dan menghalangi (manusia),” yaitu, selain mereka.

'an sabiilillaaHi adholla a'maalahum ---  “Dari jalan Allah, Allah menyesatkan perbuatan-perbuatan mereka"

Maksudnya, Allah akan membuat segala perbuatan mereka menjadi sia-sia dan hilang, tidak mendapatkan pahala atau balasan apapun, sebagaimana firman-Nya : waqodimnaa ilaa maa 'amiluu min 'amalin  fa ja'alnaaHu Habaa an mantsuuron --- "Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. AI_Furqan [25]: 23).

Kemudian Allah swt. berfirman:

walladziina aamanuu wa'amilushshoolihaati : ---- “Dan orang-orang mukmin dan beramal shaleh, " maksudnya, hati dan jiwa mereka beriman, lalu anggota badan mereka pun tunduk terhadap syari'at Allah swt. secara lahir dan batin.

wa aamanuu bimaa nuzzila 'alaa muhammadin : ---  “Serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad," maksudnya, di dalam ayat ini Allah swt. meng-athaf-kan perkara yang khusus kepada yang umum, dan ini menjadi dalil bahwa beriman terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. merupakan syarat sahnya keimanan setelah diutusnya Rasulullah saw.

Dan firman Allah swt.

waHuwalhaqqu mirrobbiHim : ---  “Dan itulah yang haq dari Rabb mereka,” merupakan penjelasan yang baik pada kalimat sebelumnya.

Oleh karenanya Allah swt. berfirman:

kaffaro 'anHum sayyi aatiHim wa ashlaha baalaHum : ---  "Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. ”
Ibnu Abbas ra. mengatakan, “Maksudnya adalah urusan mereka." Mujahid mengatakan, “Perkara mereka.”
Qatadah dan Ibnu Zaid mengatakan,Huw “Keadaan mereka.”
Semua makna tersebut saling berdekatan. Disebutkan di dalam hadits tentang mendoakan orang yang bersin,

yaHdiikumullaHu wayushlih baalakum

"Semoga Allah swt. memberikan petunjuk kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian"

Kemudian Allah swt. berfirman :

dzaalika bi annalladziina kafaruuttaba'ulbaathila : ---  “Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil, ” maksudnya, sesungguhnya Allah swt. menyia-nyiakan amal perbuatan orang-orang kafir, dan Allah  mengampuni keburukan-keburukan orang-orang yang berbuat baik serta Allah akan memperbaiki keadaan mereka, karena orang-orang kaflr itu mengikuti kebatilan, yakni lebih memilih kebatilan dari pada kebenaran.

wa annalladziina aamanuuttaba'ulhaqqo minrobbiHim. Kadzaalika yadhribullaaHu linnaasi amtsaalaHum : --- “Dan sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang haq dari Rabb mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka.” Maksudnya, Allah swt. menjelaskan kepada mereka akibat dari perbuatan-perbuatan mereka, dan apa yang akan menjadi tempat tinggal mereka kelak pada hari kiamat.

Sumber : Tafsir Ibnu Katsir jilid 9, penerbit Insan Kamil

***

Yang dapat disimpulkan dari ayat-ayat ini:

Orang kafir : orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan menghalangi manusia dari jalan Allah, akibatnya, amal baik mereka menjadi sia-sia, Allah tidak memberi balasan/pahala.

Orang mukmin : beriman kepada ayat-ayat Allah, juga yang diturunkan kepada nabi Muhammad dan taat melaksanakan perintah-Nya, Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya dan memperbaiki keadaannya.

***

Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan maupun kesimpulan.

Tadabbur QS. Al-Fatihah

 Alfatihah merupkan surat pembuka kitabullah yang kita baca berulang (dalam sholat) setiap hari. Terkandung di dalamnya induk segala pelajar...